Kamis, 28 Oktober 2010

2 Sisi si pengobat (reflection)

Profesi seorang dokter akan di tantang jiwa sosialisnya ketika mereka lulus dari pendidikan nanti. Tidak heran kalau mereka menganggap gaji yg diterima layak dg jerih payah yang mereka lakukan mulai dari sekolah yang lama, sampai yang mereka korbankan saat praktek kedokteran. Menginginkan gaji sejumlah 6-7 juta per bulan itu hal yang wajar, karena lulusan S1 ekonomi saja bila bekerja gajinya segitu per bulan, padahal yang mereka kerjakan tentu berbeda dari seorang dokter. Sampai saat ini belum ada regulasi untuk mengatur upah dokter yang seharusnya di terima. Sehingga mereka lebih memilih untuk membuka praktek tambahan di luar jam bekerja di suatu Rumah Sakit (praktek rumah/ klinik) untuk mendapat uang tambahan dari pendapatan pokok. Tapi di sisi lain, mereka pada akhirnya juga terlalu bekerja keras "ngoyo" untuk mendapat upah tambahan. Misal praktek di lebih dari 3 tempat, jam kerja praktek yang panjang, dan pasien yang banyak. Seharusnya ada regulasi yang mengatur ini semua agar beban kerja dokter tidak berat dan mereka tidak perlu lagi berusaha keras mendapat uang karena gaji yang mereka dapatkan "fair".

Untuk itu sistem kapitasi lah yang dikenalkan sekarang ini dan sedang di galakkan pemerintah untuk para dokter yang lebih berpandangan promotif dan preventif tidak lagi kuratif dan identik dengan kejar setoran dari orang2 yang sakit. Sistem ini merunut dari dokter keluarga yang berperan preventif dan promotif, makin berhasil dokter tsb menggalakkan upaya kesehatan prevensi sehingga org2 yang sakit lebih sedikit, maka makin banyak juga uang yang mereka terima dari upaya kesehatan tsb. Sebenarnya dari jaman sejarah dulu, dokter mandapat upah dari orang2 yang sakit dan berdasar jumlah kunjungan pasien tsb. Apakah etis kita menarik uang dari orang yang sakit, menderita, lalu kita meminta hak jasa kita dari uang mereka, apalagi jika sampai si pasien mengupayakan dana untuk kesembuhannya?? ini yang menjadi beban moral tersendiri bagi si dokter, di satu sisi dia berhak mendapat jasa karena telah berupaya menyembuhkan tapi di sisi lain, hati nurani mengambil hak tsb dari apa yang dimiliki pasien,..sungguh bertentangan. Untuk itulah sistem ini ada, perlu kerjasama dokter/RS, Asuransi kesehatan dan pemerintah untuk meregulasi sistem ini. Sistem ini kurang berjalan karena salah satunya upah yang diterima dokter < 10% kapitasi, hal inilah yang menyebabkan para dokter berpikir untuk membuat praktek tambahan.  Tapi bila dokter mndapat upah 50% dari kapitasi mungkin hal ini tidak akan terjadi dan butuh sistem kontrol untuk mengendalikan mutu dokter juga.

Tahun 2014 nanti dicanangkan "universal coverage" di Indonesia,.lets see apakah sistem kapitasi ini berhasil mengcover "universal" atau masih jalan di tempat??? yang bisa menjawab hanya kita "calon dokter" dan pemerintah ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar