Sabtu, 04 Desember 2010

Refleksi Belajar ....




       Belajar tidak hanya membuat ilmu pengetahuan kita bertambah   dan menjadi sombong
       Belajar tidak hanya sekedar merubah kebiasaan kita menjadi pribadi yang ingin tau
       Belajar juga tidak hanya  mempelajari hal-hal yang pasti
       Dibalik itu semua belajar adalah proses ...

       Proses di mana merubah pandangan hidup kita yang tadinya terdoktrin menjadi sesuai pemikiran diri kita
       Proses menumbuhkan rasa idealis dari diri sendiri
       Proses membenamkan segala yang kacau dan menggantinya dengan yang baru dan masih fresh
       Proses menjadikan kita pribadi yang tau hitam putih dunia


 Belajar sama seperti hidup
 Hidup itu pilihan
 Ambil sisi yang baik dan simpan di lubuk yang   dalam akan yang buruk untuk sekedar tau
Tak perlu risau akan ilmu yang sudah di pelajari, kelak ilmu ini menjadi pedoman hidup
      
       Jangan pernah berhenti belajar
       Karena dunia ini pun tidak pernah berhenti berputar, sama seperti ilmu pengetahuan
       Terus-menerus berubah
       Di sini lah tantangan kita nantinya sebagai anak bangsa akan ilmu yang terus berevolusi itu



       Tak usah ragu
       Tak usah takut
       Terus maju kawan
       Perjalananmu masih panjang ......




Kamis, 02 Desember 2010

Bersama Kita Bisa !!!!


       Tentunya tidak asing lagi dengan semboyan yang saya angkat sebagai judul postingan kali ini. Semboyan ini mengingatkan kita dengan kampanye Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa kita bisa membangun negeri ini dengan semangat kerjasama antar pihak. Ya, itu juga yang terjadi di bidang kesehatan. Bersama-sama antar profesi yang berorientasi pada upaya kesehatan pasien. Semboyan ini dapat diwujudkan dengan dibentuknya teamwork di pelayanan kesehatan baik di Puskesmas, Klinik, dan Rumah Sakit. Bagaimana proses teamwork itu sendiri di pelayanan kesehatan, mengingat di dalamnya terdiri dari orang - orang dengan beraneka ragam sifat dan karakter, bisakah mencapai tujuan bersama ?

"They should know that they can not work alone, with competence of others they will get synergism "
(Fattler MD, Ford RC, & Heaton CP; 2006)

Inilah salah satu kutipan dari slide yang di ajarkan pada saya saat kuliah, kutipan ini menyadarkan pada kita bahwa kita tidak dapat bekerja sendiri dan lebih baik bila bekerja sama sehingga sinergis. Disinilah di mana kata-kata teamwork diperlukan. Teamwork definisi umumnya proses yang dikerjakan secara berkelompok/tim untuk mencapai suatu tujuan.  Sedangkan dalam bidang kesehatan, teamwork dapat didefinisikan sebagai 

a dynamic process involving two or more healthcare professionals with complementary backgrounds and skills, sharing common health goals and exercising concerted physical and mental effort in assessing, planning, or evaluating patient care ".

Dari definisi ini, dapat kita pahami teamwork terdiri dari 2 orang atau lebih profesi dengan latar belakang dan skill, yang saling berbagi tentang tujuan kesehatan dan berusaha untuk menilai, merencanakan atau mengevaluasi perawatan pasien. Jadi seorang dokter tidak bisa sendirian melakukan pekerjaannya di tempat pelayanan kesehatan, dia juga butuh perawat, yang memonitor pasien rawat inap, membantu mengeintervensi tindakan. Gambaran lebih jelasnya seperti diagram di bawah ini .


Ada beberapa keuntungan kita bekerja sebagai teamwork nantinya di pelayanan kesehatan :
a. Sebuah tim dapat dibentuk dengan berdiskusi dan pemecahan masalah yang melanda tim dan organisasi tersebut.
b. Tim dapat membantu tiap-tiap orang di dalamnya untuk belajar berorganisasi dan terjun di dalamnya. 
c. Tim dapat membuat keputusan untuk tim itu sendiri, memilikinya, dan adanya pengertian di dalamnya sehingga menjadi lebih membuat tim bekerja dengan tanggung jawab dan memonitor hasilnya. 


Gambar di samping ini menjelaskan bagaimana proses yang ada di dalam teamwork.  Ada proses komunikasi di sana, tentu saja antar anggota di dalamnya sehingga informasi dapat tersampaikan denga jelas dan tepat. Selain itu, ada proses pembelajaran seperti yang sudah disinggung sebelumnya, melalui teamwork para anggota belajar berorganisasi, memahami antar anggota dengan segala kekurangan dan kelebihan agar bisa saling melengkapi,dan proses pengembangan baik dari segi ilmu para anggotanya dan misi dari tim ini untuk mencapai tujuan awalnya. Sebuah teamwork dibentuk untuk mengerjakan misi yang berbuah pada hasil yang diharapkan, sehingga dari pemikiran berbagai pihak di dalamnya pengerjaan tugas yang ada harusnya lebih baik karena di handle oleh berbagai macam orang.
     



Dapat disimpulkan melalui teamwork apa yang ingin dicapai dapat lebih memudahkan kita sebagai tenaga kesehatan yang menangani banyak jiwa di negeri ini. Dan nantinya hasil yang di dapatkan lebih efisien dan efektif serta upaya kesehatan pasien yang maksimal.



































References :
pys-pharmweb.pys.bris.ac.uk
Endang Sutisna. Manajemen Kesehatan.
Dr. Budi Mulyono. Leadership and teamwork in health services. ppt

Selasa, 30 November 2010

Awas Logistik menumpuk !!!

       Akhir-akhir ini Indonesia mengalami berbagai macam musibah yang memaksakan penduduk yang terkena musibah kehilangan sumber daya nya dan menumbuhkan permintaan terhadap bantuan yang ditujukan ke masyarakat di luar bencana. Barang bantuan yang dikirimkan dari titik suplai ke titik penampungan masih berupa perkiraan kebutuhan, karena biasanya supplier (donatur) masih belum mengetahui dengan pasti kebutuhan barang yang diperlukan oleh korban bencana, sedangkan barang bantuan yang dikirimkan dari titik penampungan ke titik permintaan sudah merupakan pemenuhan kebutuhan, sehingga jumlah barang dan jenis barang bantuan yang dikirimkan biasanya telah sesuai dengan kebutuhan para korban bencana. Gambar ini diambil di pengungsian korban merapi, pakaian bekas yang disumbangkan untuk para korban menumpuk dan tidak tertata rapi, bahkan ada yang kotor karena terinjak-injak, basah, yang membuat pakaian-pakaian ini semakin terlihat mubadzir. Dengan demikian, sistem logistik menjadi hal yang sangat penting.  Ancaman logistik menumpuk kini mulai kian terasa saat pengungsi mulai pulang. Kenapa bisa begitu ? Bagaimana seharusnya manajemen logistik ?

    
           Logistik adalah suatu ilmu pengetahuan atau seni serta mengenai proses perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan , penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan , serta penghapusan alat-alat atau material ( Adman, S.Pd, M.Pd ).  Sedangkan menurut Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008) logistik adalah aktivitas yang berkaitan dengan pengadaan (procurement), penyimpanan (storage) dan penghantaran (delivery) barang sesuai dengan jenis, jumlah, waktu, dan tempat yang dikehendaki ataudiperlukan konsumen dari titik asal (point of origin) ke titik tujuan (point of destination).
Istilah logistik muncul dalam Angakatan Perang Amerika Serikat. Adapun yang diberikan saat itu terbatas pada usaha atau kegiatan yang berhubungan dengan gerakan perbekalan manusia dalam medan pertempuran.
           Di Indonesia bila terjadi bencana maka yang menangani adalah Badan Koordinasi Nasional Penanngulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi atau yang lebih dikenal dengan BAKORNAS PBP  yang berada langsung di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden. Bakornas–PBP dibantu oleh SATKORLAK PBP (Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi) yang mengkoordinasikan dan mengendalikan di tingkat Daerah /Provinsi, yang diketuai Gubernur. Sedangkan SATLAK PBP bertugas melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi di wilayahnya dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh BAKORNAS PBP.



Proses Manajemen Logistik :
1. Fungsi perencanaan menetapkan sasaran-sasaran, penyelenggaraan di bidang logistik. Sedangkan penentuan kebutuhan adalah rincian dari fungsi perencanaan dan bila pelru diperhitungkan juga.

2. Fungsi anggaran merupakan kegiatan dan usaha merumuskan perincian kebutuhan dengan skala besar dan tetap memperhatikan pembatasan yang berlaku.

3 Fungsi pengadaan adalah kegiatan memenuhi kebutuhan operasional yang telah dirumuskan perencanaan ,penentuan kebutuhan, dan anggaran.

4. Fungsi penyimpanan dan penyaluran meliputi pelaksanaan yang telah dikerjakan oleh fungsi-fungsi sebelumnya untuk disalurkan kepada instansi-instansi pelaksana.

5. Fungsi Pememliharaan berupaya untuk memaksimalkan penggunaan alat-alat dan inventaris yang ada sehingga memaksimalkan daya guna dan meminimalkan kerusakan. 

6. Fungsi penghapusan bertindak meniadakan barang-barang yang sudah habis manfaatnya dan dilakukan tergantung dari kebijakan instansi terkait.

7. Fungsi Pengendalian adalah fungsi inti dari pengelolaan logistik meliputi pemonitoran dan mengamankan seluruh pengelolaan  logistik.
         Menurut Ahyudin (2005) mengemukakan bahwa terdapat hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam penanganan logistik bantuan. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengadaan logistik bantuan harus sedapat mungkin berdampak pada pemberdayaan ekonomi lokal. Caranya adalah membeli logistik bantuan dari pelaku ekonomi lokal, khususnya para pelaku ekonomi menengah bawah. Hal ini akan mendorong perputaran ekonomi lokal menjadi stabil. Strategi seperti ini sangat efektif dan efisien karena selain memungkinkan bisa cepat tiba di lokasi bencana, kita juga tidak direpotkan oleh sulitnya masalah transportasi.
2. Ragam logistik bantuan terutama untuk makanan dan sandang, hendaknya menyesuaikan dengan kultur yang berlaku di masyarakat korban bencana. Sebagai contoh, ternyata masyarakat Aceh tidak suka ikan sarden yang diawetkan. Kebanyakan pengungsi menukarnya dengan barang lain kepada
pedagang. Atau karena tidak segera dikonsumsi, banyak sarden yang menjadi kadaluarsa.Berdasarkan pengamatan di lapangan, masyarakat Aceh lebih menyukai ikan asin daripada sarden.
3. Makanan memenuhi standar gizi. Korban bencana yang umumnya menghuni barak-barakpenampungan alakadarnya, tentu menyebabkan keadaan fisik mereka sangat rentan. Oleh karena itu pilihan logistik makanan yang tidak mempunyai nilai gizi maksimum bisa menyebabkan malapetaka bagi korban. Data menunjukkan bahwa wabah penyakit dan kematian korban bencana banyak terjadi secaraterus menerus.
4. Pakaian yang diberikan sesuai kebutuhan dan tetap memperhatikan martabat korban sebagai manusia.




Dengan memperhatikan hal-hal di atas, diharapkan tidak lagi terjadi penumpukan bantuan di gudang logistik pusat maupun daerah dan agar segera di distribusikan bila terjadi penumpukan. Dan para donatur pun hendaknya memperhatikan barang-barang apa saja yang layak di berikan sesuai dengan budaya daerah bencana tersebut agar bantuan yang sudah diberikan sesuai dan dapat diterima oleh para pengungsi.
 





 
Reference :

Adman, S.Pd, M.Pd. Manajemen
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 13 Tahun 2008 tentang Pedoman Manajemen Logistik dan Peralatan Penanggulamgan Bencana




Minggu, 28 November 2010

Rumah Sakit pun punya Rencana saat Bencana


Rumah Sakit punya rencana saat bencana ?Akhir-akhir ini Indonesia dilanda banyak bencana, mulai dari banjir Washior, Tsunami Mentawai, Gunung Meletus Merapi, dan Gunung Bromo. Bencana ini tidak serta merta hanya disaksikan tapi juga perlunya di ambil hikmah. Salah satunya dengan persiapan rumah sakit bila ada bencana seperti ini. Rencana ini lebih dikenal dengan Hospital Disaster Plan dan sebenarnya sudah disusun sebelum bencana terjadi seperti rencana pada umumnya. Tapi rencana rumah sakit ini istimewa, tidak hanya sekedar rencana yang ditulis di atas kertas lalu di dokumentasikan, tapi dari rencana tersebut dilakukan pelatihan-pelatihan (simulasi) secara periodik dan tentunya di evaluasi. Sebetulnya yang di maksud Hospital Disaster Plan itu seperti apa ?


Hospital Disaster Plan

Definisi
merupakan rencana aksi (plan of action) untuk situasi yang tidak terencana (contingency plan) untuk rumah sakit pada keadaan bencana.

Tujuan
a. Sebagai kebijakan untuk merespon situasi bencana internal dan eksternal yang dapat berefek pada staf rumah sakit, pasien, epngunjung dan komunitas.
b. Mengidentifikasi responsibilitas individual dan departemen pada kejadian situasi bencana

c. Mengidentifikasi Guideline Operasional Standar untuk aktivitas emergency dan responnya.

Step 1
1. lesson leart /perational research
     what went wrong : apa yang salah dari yang sudah berjalan
     what went well : apa yang sudah berjalan dengan baik
     how make it better : bagaimana memperbaikinya
2. Hazards mapping
    memetakan daerah-daerah yang rawan bahaya/bencana
3. resources mapping
    sumber daya yang ada baik dari manusia, logistik, dan dana
4. Sistem Management
    Terkait dengan struktur keseharian, profesionalitas.

Step 2
1. koordinasi
2. keamanan (safety)
3. komunikasi
4. Triase
5. treatment
6. transport

Step 3
1. Struktur Organisasi
- Sistem komando
- Prosedur Operasional Standar
- Pembagian tugas masing-masing departemen "who doing what"
- sistem manajemen untuk mengelola bagian-bagian yang ada, bagaimana orang-orang di lingkungan kerja tersebut saling berkomunikasi

2. Orang yang direkomendasikan
- bersyarat
- sesuai kompetensi standar

Step 4
1. pelatihan berdasar diskusi
- pelatihan orientasi (seminar, workshop)
- Table Top Exercie (TTX)

2. Pelatihan berdasarkan operasi
- drill
- pelatihan fungsional  
- pelatihan berskala besar

Step 5
1. aspek legal
- surat perjanjian
- sosialisasi

2. perkembangan dan pelatihan secara berkala
        


Inilah inti dari langkah-langkah dalam perencanaan rumah sakit dalam bencana, secara teknis tentu tidak segampang ini, oleh karena itu perlu dilakukannya pengembangan dan pelatihan secara periodik agar tercipta operational disaster plan (contingency plan). Di bawah ini terdapat link tentang teknis Hospital Disaster Plan.



References :
www.nnepi.org/pdf/1B_Emergency_Response_Plan_Wisconsin.pdf
http://www.bencana-kesehatan.net/

Selasa, 23 November 2010

Puskesmasku Sayang Puskesmasku Malang

      
Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang lebih kita kenal sebagai Puskesmas, memiliki peran yang sangat krusial di tengah-tengah masyarakat. Puskesmas ini tidak hanya berada di tengah-tengah masyarakat sebagai tempat tujuan masyarakat bila sakit, tapi juga dalam hal pencegahan dan promosi akan hidup sehat. Namun, apakah semua peranannya itu sudah berjalan dengan baik?
Selintas, puskesmas hanya sebagai tempat yang ramai dikunjungi masyarakat saat bulan-bulan tertentu, semisal di musim penghujan karena mulai banyak kasus demam berdarah, diare, dan lain-lain. Itu semua hanya sebagian kecil kasus yang sering terjadi di masyarakat. Pada kenyataannya, pembangunan puskesmas dan misi untuk menjalankan tugasnya perlu mendapat dukungan masyarakat tidak hanya sebagai pasien yang membutuhkan , tapi juga sebagai individu pelaksana hidup sehat yang sudah dicanangkan puskesmas. Apabila individunya saja sudah tidak aware, dengan kesehatannya sendiri, bagaimana bisa peran promosi dan prevensi puskesmas berhasil di masyarakat.
            Puskesmas sendiri bila berada di daerah kota seharusnya memiliki 4 dokter di dalamnya dan smeua pasien harus di tangani oleh dokter, dan yang terjadi di daerah lain malah ada yang dokternya hanya 2 di 1 puskesmas, bahkan ada yang tidak ada sehingga praktis pelayanan masyarakat dilakukan oleh tenaga medis lainnya seperti perawat dan bidan. Tentu saja hal ini berpengaruh pada kepuasan masyarakat sendiri sehingga jangan disalahkan kalau mereka lebih memilih untuk berobat ke tempat lain. Banyak faktor yang menyebabkan ini terjadi, salah satunya dokter enggan ditempatkan di puskesmas. Padahal bila dirunut lagi , justru di tempat inilah karir kita sebagia dokter dibentuk. Bahkan tidak hanya di bidang kedokteran kita juga bisa melatih diri untuk kompeten di bidang struktural. Masih banyak yang beranggapan di puskesmas itu karir kita berhenti,  mengingat kasus yang ditemui adalah kasus-kasus umum yang sering dijumpai di masyarakat, misalnya pusing, mual, demam, dan lain-lain. Hal ini tentu saja tidak mempengaruhi karir sebagai dokter, dokter di puskesmas juga bisa maju dengan mempromosikan puskesmasnya kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak lagi datang ke praktek dokter pribadi melainkan ke puskesmas.
          

        Tidak hanya itu, di puskesmas pun para dokternya tetap diberikan pelatihan-pelatihan atau pun seminar-seminar yang menunjang keilmuan si dokter untuk penerapan di puskesmas. Apalagi sistem puskesmas pun juga sekarang bergantung di daerah masing-masing. Contoh saja, daerah Jawa tentu berbeda baik dari segi pendapatan, anggaran, dan sistem bila dibandingkan dengan daerah Sumatra atau Kalimantan. Untuk itu, tidak ada salahnya membnagun karir kita di daerah-daerah yang belum berkembang ini dan menjadikan ini sebagai prospek kedepan pembangunan puskesmas yang lebih maju lagi.
            Uraian singkat di atas ini ,menerangkan bahwa sebagai dokter nantinya kita tidak hanya selalu bekerja di tempat-tempat yang sudah memiliki "nama", tapi tidak ada salahnya bila kita mengembangkan diri dan membuat kemajuan di suatu daerah dari segi kesehatannya dalam hal ini pembangunan puskesmas.

Sabtu, 20 November 2010

DVI, detektif korban massal ?? Chapter II


DVI atau yang dikenal sebagai Disaster Victim Identification adalah suatu identifikasi yang diberikan sebagai prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu pada standar baku Interpol (International Police Organization). 
DVI diperlukan agar korban bisa di identifikasi dan dikenali identitasnya sehingga bisa diberikan kepada keluarganya dan korban dapat dikuburkan dengan layak sesuai agama yang dianutnya. Dalam pemeriksaan DVI ada berbagai macam hal yang di uji untuk mendapatkan informasi mengenai  identitas korban, kapan korban itu meninggal, bagaimana dan dengan cara apa korban meninggal. Dalam identifikasi juga perlu data korban sesudah meninggal dan data korban sebelum meninggal sebagai pembanding.



.


Adapun proses DVI meliputi 5 fase, dimana setiap fasenya mempunyai ketrkaitan satu dengan lain, antaranya ; 'The Scene' , 'The Mortuary', 'Ante Mortem Information Retrieval' , 'Reconciliation' and 'Debriefing'. Prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan membandingkan data Ante Mortem dan Post Mortem, semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik. Primary Identifiers mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan Secondary Identifiers. Namun demikian Interpol menentukan Primary Identifiers yang terdiri dari Fingerprints, Dental Records dan DNA serta Secondary Indentifiers yang terdiri dari Medical, Property dan Fingerprints.
Metode ilmiah untuk identifikasi yang paling mutakhir saat ini adalah DNA Profiling (Sidik DNA). Cara ini mempunyai banyak keunggulan tetapi memerlukan pengetahuan dan sarana yang canggih dan mahal. Dalam melakukan identifikasi selalu diusahakan cara-cara yang mudah dan tidak rumit. Apabila dengan cara yang mudah tidak bisa, baru meningkat ke cara yang lebih rumit.
Khusus pada korban bencana massal, telah ditentukan metode identifikasi yang dipakai yaitu :
a. Primer/utama
   1) gigi geligi
   2) sidik jari
   3) DNA
b. Sekunder/pendukung
   1) visual
   2) properti
   3) medik
Identifikasi pada korban bencana masal adalah suatu hal yang sangat sulit mengingat
berapa hal di bawah ini:
1. Jumah korban yang banyak dan kondisi buruk
2. Lokasi kejadian sulit dicapai
3. Memerlukan sumber daya pelaksanaan dan dana yang cukup besa
4. Bersifat lintas sektoral sehingga memerlukan koordinasi yang baik.




Pembentukan Tim DVI di Indonesiadi Indonesia dibentuk oleh Kementerian Kesehatan bersama Kepolisian RI sejak tahun 1999  (Tim DVI Nasional, Tim DVI Regional dan Tim DVI Provinsi). Tim DVI Nasional berkedudukan di ibu kota Negara dan mempunyai tugas membina dan mengkoordinasikan semua usaha serta kegiatan identifikasi, sesuai aturan dan prosedur yang berlaku secara nasional maupun Internasional pada korban-korban mati massal akibat bencana (Disaster Victim Identification).
Saat ini, 4 DVI Regional telah terbentuk :
1. Regional I yang berada di Medan
2. Regional II yang berada di Jakarta
3. Regional Tengah yang berada di Surabaya
4. Regional Timur yang berada di Makasar


Tim DVI Regional tersebut merupakan perpanjangan tangan dari Tim DVI Nasionl sebagai koordintor bagi Provinsi dalam wilayah kerjanya, sedangkan Tim DVI Provinsi merupakan pelaksana identifikasi terhadap semua korban mati pada bencana.Pedoman Penatalaksanaan Identifikasi korban mati pada bencana massal telah dikeluarkan oleh 2 departemen besar, Polri dan Depkes masing-masing :
No 1087/Menkes/SKB/IX/2004
No POL Kep/40/IX/2004
Sampai saat ini, DVI Nasional yang bertempat di Ibukota, Jakarta diketuai oleh Kepala Pusat Kedokteran Kesehatan Polri  Brigjen Polisi Dr. Eddy Saparwoko, Sp.J.P., M.M., D.F.M., F.I.H.A, dan Wakil Ketua Tim DVI Nasional dijabat Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar pada Depkes dr. Wuwuh Utaminingtyas, M.Kes.


Diharapkan dengan pembentukan tim DVI di Indonesia ini,  penanganan korban mati pada bencana dan musibah massal dapat menjadi lebih baik lagi sehingga hasilnya dapat dipertanggungjwabkan secara ilmiah maupun secara hukum.

















References :
2. DVI Interpol
3. Kedokteran Forensik
4. Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI

Rabu, 17 November 2010

DVI, detektif korban massal ?? ( chapter I )



Telah kita ketahui bersama Gunung Merapi yang paling aktif, telah mengeluarkan isinya sejak 26 Oktober 2010 sampai sekarang saya menulis pun masih terjadi erupsi dan yang paling mengancam adalah dampak lahar dinginnya yang mengalir dan bisa membanjiri sungai-sungai yang ada di Jogja dan Sleman. Korban meninggal berjatuhan lebih dari 200 orang, sisanya mengalami luka bakar dan masih mengungsi. Kebanyakan korban meniggal akibat mengalami terpaan awan panas "wedhus gembel". Tim SAR dan Forensik mengevakuasi jenazah dan mengidentifikasi. Namun hal identifikasi ini tidaklah semudah yang kita bayangkan, sekedar mencari tahu siapa orang ini lalu diserahkan pada pihak keluarga. Tapi, di balik itu merupakan tantangan besar untuk mencari tahu dengan kondisi korban yang sudah tidak dapat dikenali dengan baik hanya dari visual dan waktu yang aa sangat sempit karena masih banyak korban lain yang perlu diidentifikasi. Lantas, bagaimana proses identifikasi itu sendiri ?


Dari sembilan metode identifikasi yang dikenal, hanya metode penentuan sidik jari (daktiloskopi), yang tidak lazim di kerjakan dokter, tapi dilakukan oleh pihak kepolisian. Sedangkan metode yang selama ini dipakai oleh pihak kedokteran, meliputi :

1. Metode visual
Dilakukan dengan memperlihatkan wajah korban pada pihak keluarga atau rekan dekatnya. Merupakan metode yang paling sederhana, tapi hanya dapat dilakukan bila keadaan tubuh dan terutama wajah korban masih baik keadaannya dan belum membusuk.

2. Pakaian
Pencatatan yang teliti pakaian ynag dipakai, model, merek pakaian, penjahit, inisial nama. Bagi korban yang tidak dikenali, menyimpan pakaian dengan potongan ukuran 10 x 10 cm adalah tindakan yang tepat , agar korban masih dapat dikenali meskipun sudah dikubur.

3. Perhiasan
anting-anting, kalung, gelang, dan cincin yang ada di tubuh korban, atau bila ada inisial namanya, maka akan membantu menentukan identitas korban.

4. Dokumen
KTP, SIM, Paspor, Kartu Golongan Darah, Tanda pembayaran, dll yang ditemukan di dompet atau tas korban dapat membantu menunjukkan identitas korban. Pada kecelakaan masal yang perlu dijadikan perhatian, dompet yang ada di kantung pria lebih bermakna dari tas wanita yang ada di dekat perempuan, karena biasanya sering terlempar atau dapat sampai ke orang lain yang bukan pemiliknya.

5. Medis
Pemeriksaan fisik keseluruhan ; bentuk tubuh, tinggi dan berat badan, warna mata, adanya cacat tubuh, kelainan bawaan, jaringan parut bekas operasi serta adanya tattoo, dapat membantu menemukan identitas korban.
6. Gigi
Bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khusus seseorang, sehingga tidak dapat dikatakan tidak ada gigi atau rahang yang identik pada 2 orang yang berbeda. Pemeriksaan ini penting dikala keadaan korban sudah rusak atau membusuk, dalam keadaan tersebut pemeriksaan sidik jari tidak dapat dilakukan. Tapi, pemeriksaan ini juga memiliki keterbatasan, belum meratanya sarana pemeriksaan gigi, demikian pula pendataan (dental record), oleh karena pemeriksaan gigi di kalangan rakyat Indonesia masih merupakan hal yang mewah.


7. Sidik Jari "Fingeprints"
Dikatakan tidak ada 2 orang yang memiliki sidik jari yang sama, walaupun kembar identik sekalipun. Mudah dilakukan secara masal dan murah biayanya. Meskipun metode ini dilakukan oleh polisi, namun dokter berperan dalam mengambilkan (mencetak) sisik jari, khususnya mayat yang sudah rusak atau membusuk.

8. Serologi
Penentuan golongan darah yang diambil dari dalm tubuh korban maupun bercak darah yang ada di pakaian, akan dapat mengetahui golongan darah si korban dan mencari identitas korban dalam arti sempit.

9. Ekslusi
Umumnya dipakai pada kasus dimana banyak terdapat korban (kecelakaan massal); tabrakan kereta api, jatuhnya pesawat, yang sudah memiliki daftar penumpang (passenger list) akan diketahui siapa-siapa yang menjadi korban. Bila tinggal satu yang belum dikenali karena keadaan mayatnya sudah sangat rusak, maka dari daftra penumpang tadi, dapat diketahui siapa nama korban tersebut, dari pengurangan korban lain yang sudah teriidentifikasi.

Tidak semua metode-metode ini dikerjakan, tapi cukup minimal 2 metode saja yaitu identifikasi primer dari pakaian dan identifikasi konfirmatif dari gigi.




References :

1. Ilmu Kedokteran Forensik
2. DiMaio. 2005. Forensic Pathology 2nd ed. CRC.
3. DVI INTERPOL